Kamis, 07 Agustus 2008

Undangan Menulis Refleksi Pribadi

Teman-teman Kesoter yang tercinta. Silahkan anda posting refleksi (4-5 hlaman double spasi) tentang apa saja yang ada kaitannya dengan pengalaman, proses dan hasil-hasil pendidikan di Mertoyudan yang telah kita alami bersama. Kita bisa menuliskan apa saja misalnya: opera, IFO, Sistem pendidikan asrama, hidup doa, bacaan rohani, bimbingan rohani, sensor surat dan lain-lain. Refleksi bisa sampai pada masukan untuk proses pendidikan selanjutnya.

Semua refleksi yang diposting akan kita edit dan kita manage, dilayout dan dijadikan sebuah buku sebagai masukan hasil pendidikan dan sebagai kenang-kenangan 20 tahun kita meninggalkan Mertoyudan. Editing akan difokuskan pada bahasa saja agar isi dan gaya penulisan tidak terganngu.

Mohon refleksi diposting secepat mungkin. Kalau bisa November awal semua refleksi sudah diposting agar segera bisa diedit dan dilayout dengan demikian pada liburan Natal dan Tahun Baru 2009 buku itu bisa kita serahkan ke Mertoyudan.

Banyak Salam dan Doa,

Widya Kiswara

3 komentar:

koekoeh mengatakan...

Wied, pilihan paling berkesan kok jawabane kudu milih siji ??? .... lah nek kabeh berkesan piye jal .... kudune isoh milih luwih soko siji thaa ... aja dianggep pemilu / pilpress / pilakda / pilkabe kudu milih siji .....

Nek isoh dandanana sik ,.....

Salam

spd

Widya Kiswara mengatakan...

Perbidelan dan Psikologi Peran

"Tuhan bilamana aku masuk neraka, Kau tempakan di api paling panas pun aku mau, sebagaimana aku mau Kau tempatkan aku di bongkahan es paling dingin"
Perlu Insight untuk mendapatkan pemahaman itu. Perlu belajar untuk mewujudkan rasa pasrah seperti itu.

Adalah wajar bagi seorang seminaris di Mertoyudan untuk menduduki berbagai macam tugas kebidelan. Setiap seminaris selalu mendapat tugas kebidelan, baik sendiri maupun dengan orang lain. Kebidelan diberinama berdasarkan tugas hariannya. Bidel perkebunan akan bertanggungjawab akan keindahan dan kebersihan kebun. Bidel air minum bertugas untuk menyediakan dan mengecek ketersediaan minuman di komunitas. Tugas sebagai bidel (petugas/penanggung jawab) bidang tertentu berganti setiap semester. Biasanya bidel umum (ketua angkatan) dan wakilnya dipilih secara aklamasi dan dua orang ini lalu membagi tugas-tugas kebidelan kepada semua seminaris.
Setelah merasa bangga dan bersyukur dipercaya teman-teman mejadi Bidel Umum medan di semester awal KPP (Kelas Persiapan Pertama), saya pun menjalankan tugas kepemimpinan ini meskipun tidak jelas diskripsi tugasnya. Di awal-awal tugas, kepercayaan itu tidak menjadi batu sandungan. Akan tetapi dengan perjalanan waktu, saya merasa dijauhi oleh teman-teman saya. Itu tidak lepas dari peran saya yang lebih sebagai kepanjangan mata seorang pamong dari pada sebagai pemimpin. Saya harus menjalankan tugas ini dengan kondisi meraba-raba apa yang harus saya kerjakan. Tugas utama adalah memimpin jalannya kehidupan medan. Tugas kedua adalah membantu fungsi tugas bidel yang lain. Tugas ketiga membuat laporan kegiatan bahkan sampai membuat laporan tentang individu. Satu semester berjalan dan giliran teman lain menduduki posisi saya. Saya pun beralih tugas.
Dalam tugas saya berikutnya, saya bertanggungjawab terhadap urusan sampah, dari peralatan di gudang sampai dengan pembuangan sampah. Saya menjalani tugas ini dengan senang hati. Yang tidak membuat senang justru celoteh teman yang mencemooh tugas baru saya. Bidel Umum jadi tukang sampah... kasihan deh. Karena kebidelan saya sadari hanya sekedar peran, ejeken itu tidak mengganggu saya sampai berkepanjangan meskipun saya sempat ingin merobek mulut profokator tadi. Saya bangga, profokator tersebut sekarang menjadi seorang Fransiskan.
Di jenjang selanjtunya, saya bertanggung jawab mengurus ruang fisika. Di situ ada televisi di mana saya mempunyai hak untuk mengidupkan dan mematikannya. Tentu saya menjalankan tugas sesuai dengan peraturan jam tayang. Tugas ini saya jalani selama satu semester.
Bagaimana saya melihat dan merefleksi tugas-tugas tersebut yang pernah saya jabat? Setiap tugas mempunyai diskripsi yang berbeda. Semua tugas berfungsi untuk melayani, baik tugas yang dipandang sebagai suatu kehormatan atau tugas yang tidak terhormat. Selama menjalani tugas, kreativitas menjadi timbul. Tugas sekecil apapaun artinya, berperan besar dalam komunitas. Dalam menjalankan tugas saya masuk dalam konflik motivasi, idealisme dan kemampuan diri. Tugas itu masuk dalam ranah kognitif, afeksi dan perilaku. Kita tidak sadar masuk dalam psikologi peran. Tugas-tugas yang kita terima selama pendidikan di asrama membangun pribadi kita. Ujung-ujungnya kita disiapkan menjalani peran lain dalam setiap perkembangan kehidupan. Tipnya adalah jalani tugas tersebut sebagaimana kita menjali hidup yang diberikan oleh Allah pada kita.


Afna Wisnu Murti

koekoeh mengatakan...

TUHAN MENGAJARI SAYA MELALUI TEMAN

Medan Pratama merupakan awal dari perjalanan hidup di seminari. Medan ini menjadi medan penyesuaian dari berbagai kebiasaan masing masing seminaris menjadi kebiasaan seminari, misalnya, kebiasaan tidur siang, bangun pagi, belajar pada waktunya, bekerja, makan tepat pada waktunya dll.

Yang ingin saya sheringkan di sini pengalaman pengalaman saya dimeja makan. Sebelum masuk seminari, makan bagi saya tidak ada masalah, baik selera maupun kwantitas makanannya. Mau makan A tinggal bilang ibu untuk beli atau memasak, kurang banyak tinggal ambil lagi, karena masih banyak. Di Medan Pratama, berbeda sekali. Tidak bisa makan sesuai selera dan keinginan saya, saya harus makan apa yang ada di meja makan. Artinya bila saya masih lapar, belum tentu saya bisa nambah lagi. Bisa lapar di luar jam makan, sama sekali tidak bisa makan. Jajan tidak punya uang, karena uang saku yang saya terima dari kakak yang membiayai uang sekolah saya di seminari hanya 5.000 rupiah, sesuai dengan peraturan Seminari.

Secara umum saya merasa kebutuhan makan saya di Medan Pratama kurang. Kondisi seperti ini mendorong saya orang yang pertama kali mengambil cething, dengan tujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan nasi yang saya perlukan. Nasi ambil pertama, otomatis lauk dan sayur juga yang pertama. Saya sudah berusaha untuk mengambil yang memang menjadi jatah saya. Tapi tetap saya pingin yang pertama mengambil, agar tidak kedahuluan teman yang kadang mengambil terlalu banyak. Kadang-kadang teman yang dapat giliran terakhir ambil cething hanya kebagian sisanya, bisa pas tapi tak jarang kurang. Kalau hal itu terjadi, dalam hati menjadi malu.

Sikap ini saya jalani selama di MP, mungkin karena udara Mertoyudan jauh lebih dingin dari daerah asalku, Bayat. Jadi rasa lapar selalu menyapa perutku.
Ada satu pengalaman yang mana saya lupa kapan persisnya. Yang jelas setelah pergantian meja makan, saya mendapat teman satu meja makan yang sangat mengalah, selalu mempersilahkan yang lain mengambil lebih dulu, kalau toh dia mengambil lebih dulu selalu mengambil sedikit, mungkin baru setengah dari jatahnya. Kalau dia dapat giliran terakhir dan tinggal sedikit nasi yang tersisa dia biasa-biasa saja, menerima dengan senang hati, padahal badannya cukup besar. Sikap teman kita ini seolah-olah menampar muka saya :

" Hai Jaka, jangan serakah, berbagilah dengan teman temanmu !!!"

Jujur saya iri dengan teman satu ini, dalam hati saya ingin punya sikap seperti itu. Sedikit demi sedikit saya berusaha mengkontrol diri, untuk mengalah di meja makan. Berat memang, dan butuh waktu lama untuk memiliki sikap seperti teman saya itu. Mungkin sampai naik ke kelas tiga saya sedikit memiliki sikap seperti teman kita itu.
Sikap itu terus saya pupuk agar menjadi sikap hidup saya, sampai sekarang saya selalu belajar lebih baik lagi, untuk punya sikap yang nrimo dan rela berbagi dengan sesama.

Bagi saya Tuhan mengingatkan saya melalui teman, Tuhan mengajar saya melalui teman. Teman A mengajari saya tentang sikap nrimo dan berbagi, teman B mengajari saya tentang belajar, teman C mengajari saya tentang yang lain. Pendek kata semua teman mempunyai peranan dalam hidup saya di asrama.

Teman satu meja makan yang saya sebutkan biarlah saya yang tahu. Memang pantas dia menjadi seorang Imam. Semoga bahagia selalu dalam imamatmu, dan terimakasih atas teladanmu.

Jaka Hariyana Widodo
18 Agustus 2008